Tuesday, June 7, 2016

Puncak diatas Puncak, Gunung Slamet via Guci

Jumat, 6 mei 2016

Selesai rapat pertmemuan dengan PML aku langsung bergegas pulang kerumah packing – packing semua barang dan peralatan yang akan dibawa. Tak henti hentinya suara hp berbunyi pesan dari andre yang isinya memastikan kesediaanku untuk bersedia ikut atau tidak, karna memang andre sudah seminggu yang lalu mengabariku untuk menemani temen – temen pendaki dari bogor ( makapala ), dan aku membalasnya hari ini bersedia menemani karna jalur yang mau di lewati via jurangmangu rencana lintas jalur turun jalur guci.

Aku langsung meluncur kerumah andre kemudian langsung menuju rumah ian salah satu pendaki dari bogor yang kebetulan rumahnya di daerah warungpring randudongkal pemalang temannya si andre. Sesampainya dirumahnya ian aku sempat ngobrol sebentar sama ian yang belum aku kenal sebelumnya, orangnya ramah dan kocak dan di belakang ada dua cewe lagi namanya uha sama susi yang lagi nontong tv kemudian dua orang lagi cowo lagi istirahat di kamar namanya firman sama heri yang dari cirebon.

Kami meluncur dari rumah ian sekitar jam jam 16.00 dan sampai di basecamp gupala sekitar jam setengah enam. Oia untuk basecamp pendakian gunung slamet via guci ada dua basecamp meskipun jalur pendakianya sama kalo dari gerbang selamat datang di obyek wisata guci lurus kemudian ketemu pertigaan kita ambil kanan nanti ketemunya di bascampe gupala tetapi misalkan kita arah lurus saja nanti ketemunya di basecamp kompak. 
Kami memutuskan naik lewat guci dan turun lewat guci lagi tidak jadi lintas jalur. Kami berangkat dari basecamp gupala jam 19.30 wib.
 Kami jalan melewati aspal sebentar kemudian langsung masuk ke hutan tetapi masih ada ladang warga. Jalanan masih landai dan jalur masih jelas karna ada bekas makadam/ aspal yang sudah rusak. Banyak percabangan yang di buat oleh para pencari burung susi di urutan depan kemudian bekti, uha, heri, firman, saya dan andre paling di belakang.

di sepanjang jalur ini kami berpapasan dengan pendaki lain yang turun via guci naik via bambangan.
Suhu badan sudah mulai memanas dan keringatpun sudah mulai menetes kami perlahan menapaki secara perlahan. Setelah satu jam setengah kita berjalan sampailah di pos I pos pinus jam 21.00 wib.

Kami istirahat sebentas melepaskan kerier yang menempel di pundak sembari membuka bekal makanan yang d bawa oleh ian untuk di makan bersama. Namapaknya si firman ada trouble dengan kondisi badannya dan dia memutuskan untuk kembali ke basecamp di temani heri sebenarnya berat si,, tapi safety first aja wez.

Kami berlima melanjutkan pendakian kembali menuju pos 2 jam 21.30 dengan ian di depan di lanjutkan susi, uha, aku dan andre. Jalur pendakian terasa sangat sepi tidak seperti pas di jalur menuju pos 1, karna memang hari itu hanya ada tiga rombongan pendaki termasuk kami tetapi rombongan yang lainya sudah berangkat sorenya beberapa jam sebelum kami.
Jalur menuju pos 2 tidak telalu terjal masih banyak landainya hanya sesekali nanjak. Kami berlima terus benjalan entah kenapa semua ga banyak bicara mungkin mereka lelah, hanya alunan musik yang dari hpnya andre. Satu jam kemudian sampailah di pos 2 pos cemara, kami hanya istirahat beberapa menit saja kemudian langsung melanjutkan pendakian kembali dan ahirnya samapailah di pos 3 (pos pasang) jam 23.30 wib.

Di pos 3 lumayan luas, saat kami sampai di pos 3 sudah ada tenda yang berdiri, ada ada 6 tenda pendaki lain dan kami mendirikan tenda di pos 3. Aku andre dan bekti mendirikan tenda dan si uha sama si susi melaksanakan sholat isya terlebih dahulu. Setelah selesai mendirikan tenda kami pun menyiapkan alat tempur untuk masak kali ini yang menjadi koki uha susi dan bekti aku dan andri membantu mendoakan biar cepet matang hehe...

Setelah selesai makan kami pun tidur nyenyak....zzzzzzzzz


Sabtu, 7 mei 2016 pukul 05.35

Satu persatu kamipun terbangun, hawa masih terasa dingin malas rasanya untuk keluar dari tenda. Tapi kami sudah berencana untuk melanjutkan pendakian dari pos 3 sepagi mungkin hehehe.. Cuma rencana...
Kami langsung menjalankan tugasnya masing masing, Uha langsung menyiapkan alat tempur untuk menyiapkan sarapan dan bekal makan untuk siangnya, susi bagian ngupas bawang, si ian bagian motong – memotong, saya melipat – lipat roti untuk di bakar dan si andre bagian icip icip hahaha...
Makanan siap kamipun langsung menyantapnya, tapi saya masih ingat do’a yang di ucapkan oleh uha. Setelah selesai sarapan kamipun menyiapkan perlengkapan yang akan kami bawa menuju puncak, karena tenda akan di tinggal di pos 3.

Menurut tetangga sebelah, dari pos 3 menuju puncak jarak tempuh normal untuk pendaki sekitar 6 jam lebih kemungkinan kami akan sampai di puncak sekitar jam 16.00 wib.
Waktu sudah menunjukan jam 10.00 wib dan kamipun langsung melangkahkan kaki menuju pos 4. Seperti biasa ian di depan kemudian susi,uha,saya dan andre paling belakang.

Jalur menuju pos 4 mulai terasa menanjak dan semak – semak lebat menutupi jalur pendakian, menurut saya jalur ini hampir mirip seperti jalur bambangan pos 2 ke pos 3.
Banyak pohon pohon yang tumbang menutupi jalur pendakian sehingga kami harus menaiki pohon tersebut untuk melewatinya. Jalur semakin menanjak membuat langkah kaki ini semakin melambat, dan sesekali kami berhenti sejenak untuk mengatur hembusan nafas ini.



Sempat ketemu juga dengan orang tegal dan biasa seperti pendaki pada umumnya sambil istirahat sejenak sambil speak-speak hehe.. di sela – sela obrolan orang tegal menanyakan bagaimana semalem lewat pos 2 menuju pos 3, aku langsung penasaran menanyakan kepada orang tersebut tentang pos 2 menuju pos 3. Katanya sering terjadi hal – hal aneh di antara pos 2 menuju pos 3 tapi katanya loh yah boleh percaya boleh tidak, dan silahkan mencobanya sendiri, tak ada apa – apa.


Kami melanjutkan lagi menuju pos 4, dan setelah satu setengah jam berjalan akhinya sampai juga di pos 4 (pos kematus) pos dengan ketinggian 2578 mdpl dengan area datarnya bisa untuk mendirikan tenda sekitar 4-5 tenda dengan kapasitas tenda 4-5 orang.
Ian, susi dan uha sudah duduk duluan karena memang sudah sampe lebih awal beberapa menit dari aku dan andre. Dan terlihat sedang sambil memandangi rombongan pendaki yaitu 4 orang laki – laki mungkin menurutnya bagaikan angin sejuk yang sejenak melupakan rasa lelah hahaha tapi buka mereka objek dari pandangannya, karena masih ada satu rombongan lagi yang terdiri dari ayah,ibu dan 2 anaknya 1 cewe masih SD dan satunya cowo masih SMP.

Entah apa yang membuat satu keluarga tersebut ada niatan untuk mendaki gunung slamet, apakah hobi dari sang ayah hobi dari sang ibu, hobi dari keduanya dan ingin mengenalkan kepada anak-anaknya sejak dini atau... entahlah yang jelas mereka punya alasan untuk bisa sampai disini.

Tak terlihat sedikitpun di raut wajah mereka rasa lelah yang ada hanya senyum ceria, mungkin kebersamaan yang utuh dalam satu keluarga kecil yang membuat mereka bisa tersenyum bahagia dalam kesederhanaan.


 Coba bayangkan jika sebuah keluarga tinggal atau menetap di daerah seperti ini mungkin mereka  tidak ingin lagi uang yang banyak, tidak ingin lagi jabatan yang tinggi mungkin hanya butuh makan secukupnya dan berfikir untuk lebih mengenal lagi dengan tuhannya. Hehe ngelantur.... lanjut ...

Di pos 4 ini dekat dengan sumber mata air tinggal turun sebentar ke arah kiri menurun dan bisa ambil air sepuasnya gratis tis tis hahaha tapi sebenarnya jangan di jadikan kebiasaan untuk membawa air sedikit karena ada mata air. Kalo kita mampu tak perlu mengandalkan yang lain dan ini berlaku dalam apa saja dan siapa saja tentunya dengan pertimbangan – pertimbangan yang di rasa masuk akal.

Pendakian di lanjutkan kembali menuju pos 5. Jalur menuju pos 5 dengan kondisi jalur semakin menanjak banyak pohon pohon yang tumbang menghalangi jalur sehingga kami harus melewatinya dengan lompat merangkak, sebisa mungkin usaha kita untuk bisa melewatinya.

Semakin meninggi semakin berat yang kita rasakan banyak halangan – halangan yang melintang butuh lebih banyak waktu butuh lebih banyak usaha untuk bisa sampai di atas, ini tak hanya terjadi di sebuah pendakian di kehidupan pun sama.
Di antara pos 4 menuju pos 5 ada sebuah terowongan yang tersusun dari pepohonan dan ini asli buatan alam, alam saja bisa berbuat kamu bisa berbuat apa untuk alam haha.. banyak pendaki yang menyebutnya terowongan ini dengan terowonga celeng, mungkin karena bentuknya terlihat seperti terowongan celeng dan memang untuk melewatinya kita harus merangkak seperti tuuuuuuttt (sensor) kita manusia berperilakulah selayaknya manusia hehe...


Sebuah shelter terbuat dari kayu sudah mulai terlihat ini bertanda pos 5 sudah dekat dan sudah mulai terlihat. Ya kita sudah di pos 5, pos (cantigi 2852 mdpl ) pos dengan tempat datar yang luas bisa untuk mendirikan banyak tenda karena memang banyak tanah yang datar dan luas, dan jika memang kondisi darurat dan tidak membawa tenda bisa beristrahat di bawah pos 5 jalan hanya 5 menit menuju shelter yang terbuat dari kayu. Layaklah untuk beristirahat sementara.

Kami sampai di pos 5 sekitar jam 12.50 wib, kami istirahat lumayan cukup lama untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim, dan juga ritual menyiapkan makan siang yang sudah di masak tadi pagi di pos 3.. selamat makan...

Pos 5 adalah pos terahir jalur pendakian gunung slamet via guci karena pos 5 adalah batas vegetasi dengan batuan merah yang menuju puncak gunung slamet suasana di pos 5 lumayan rame pendaki karena saat itu hari libur nasional jadi wajar kalo rame.

Jam 14.10 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak katanya dari pos 5 menuju puncak guci bisa di tempuh kurang lebih sekitar 2,5 jam dan dari puncak guci menuju puncak tertinggi slamet 3428 mdpl sekitar 0,5 jam itu perhitungan umum para pendaki dan kemungkinan kami sampai di puncak tertinggi sekitar jam 17.00 wib.

Dengan semangatnya uha dan ian di depan kali ini susi di belakang mereka di susul aku dan andre. Jalur bebatuan kerikil dengan kemiringan kira-kira 76 derajat dan harus hati – hati dalam melangkah karena kerikil – kerikil sering membuat terpeleset kalo kita salah memijaknya.

Masih sekitar jam dua lebih tetapi kabut sudah menebal membuat sinar matahari seakan tak menembus sampai kulit suasana mulai redup layaknya seperti sudah mau malah dan tiba – tiba rintik – rintik hujan mulai membasahiku untungnya Cuma sebentar saja kami lanjutkan langkah kaki setapak demi setapak dan tiba – tiba hujan turun dengan derasnya. Kami pun langsung memakai jas hujan. Andre memakai jas hujan susi yang di atasku juga langsung memakai jas hujan dan uha sama ian berdua menhalangi air hujan yang mencoba membasahi tubuhnya dengan satu jas hujan hahaha kakak ade yang rukun.

Kami sempat berhenti sejenak, beberapa saat kemudian kami naik menghampiri uha untuk meminjamkan jas hujan karena kebetulan saya bawa 2 dan jas hujan uha terbawa di tas carriernya firman. Aku berjalan di derasnya hujan melewati susi yang duduk tertunduk dan diam setelah kami meminjamkan jas hujan dan aku segera menyuruh si uha untuk memakainya, setelah sudah terpakai kami mencoba melanjutkan perjalanan tetapi susi masih saja terdiam kami semua menghampirinya dan mencoba menawarkan jaketnya yang aku bawa di daypackku barangkali kedinginan pikirku tetapi tidak mau, kami mengajaknya untuk melanjutkan pendakian menuju puncak tapi tetap saja tidak mau. Entah apa yang dia rasa. Jika kelamaan diam nanti malah kedinginan karena memang hujan belum reda dan sudah mulai sore juga.

Ian menyarankan jika susi tidak mau melanjutkan ke puncak dan memutuskan untuk turun akan di temani oleh andre, dan si uha karna belum pernah ke puncak akan melanjutkan menuju puncak dan di temani si ian sedangkan aku terserah mau turun dan membiarkan tanpa menemani uha dan ian naik ke puncak atau mau naik dengan kondisi cuaca yang sedang berkabut hujan dan sudah sore pula.

Bagaimana mungkin kita terpisah di batuan gunung slamet sedangkan dengan kondisi yang seperti ini dari awal saja kita naik bareng kalo kondisinya ga seperti ini si gak apa – apa (pikirku).

Si uha masih berambisi ingin melanjutkan pendakian menuju puncak karena belum pernah ke puncak slamet dan di setiap pendakian pun slalu sampai puncak, sedangkan si susi pernah sampai ke puncak slamet.

Aku sempat bingung juga mauu turun atau naik kalo ikut naik pasti nanti di bawah ceritanya beda kalo ikut turun masa iya tega ga nemeni 2 orang cwek ke puncak, kalo ada apa apa gimana? #%%+%&%(($@@*

Tiba – tiba aku teringat “safety first” dan “kebersamaan” akhirnya aku membujuk si uha karena memang cuaca tidak mendukung, kabut tebal dan hujan, jika sampai puncak pun akan membahayakan dan tidak akan dapat view yang bagus itu hanya akan memuaskan ego pribadi. Belajar ikhlas lah menerima keadaan untuk pernah mendaki gunung tanpa harus sampai ke puncak, puncak takkan pernah lari kemana dan akan selalu ada puncak di atas puncak jika hanya mementingkan ego pribadi, karena puncak keindahan dalam pendakian adalah kebersamaan.

Akhirnya kami memutuskan untuk turun dan hujan belum juga reda sampai akhirnya kami meneduh di shelter di bawah pas pos 5 bersama rombongan pendaki dari tegal. Dan kami semua pun tersenyum.... haa???





peta jalur pendakian

# catatan pribadi untuk pembelajaran diri.
# mendaki untuk mengenalmu.

Wednesday, February 3, 2016

cahaya dari surga


 Gua jomblang merupakan gua vertikal dengan hutan purba yang rapat didasarnya. Sebuah lorong sepanjang 300 meter yang dihiasi dengan ornamen gua yang indah tempat dimana bisa menyaksikan cahaya dari surga.
            Gua jomblang merupakan salah satu gua dari ratusan kompleks gua gunung kidul yang terkenal karena kenukan dan keindahannya yang tidak terbantahkan. Untuk memasuki gua jomblang di perlukan kemampuan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT). Oleh karena itu, siapapun yang hendak melakukan caving di jomblang wajib menggunakan peralatan yang khusus sesuai dengan standar keamanan caving di gua vertikal dan harus didampingi oleh penulusur gua yang sudah berpengalaman bagi siapa yang baru belajar caving.



            Ada 14 item yang di  anjurkan dari saudara kita dari mapala UNISI jogjakarta untuk SRT yaitu 1 seat harness, 1 chest harness, 1 ascender/croll, 1 descender/capstan, 1 foot loop, 1 jummar, 5 carabiner(4 type screw dan 1 type snap),1 MR oval, 1 MR D, 1 cowstail yang di simpul menjadi 2 bagian panjang dan pendek.
Petualangan menuju kedalaman perut bumi pun dimulai dengan berjalan meningalkan basecamp menuju bibir gua yang sudah di  siapkan si rigging(pembuat lintasan). Ada beberapa lintasan di gua jomblang dengan ketinnggian beragam mulai dari 40 sampai 80 meter. Berhubung ini baru pertama kalinya menuruni gua vertikal maka lintasan yang di pilih merupakan lintasan terpendek yang di kenal dengan jalur VIP. 15 meter pertama dari teras VIP ini merupakan slopeyang masih bisa di tepaki  oleh kaki, setelah itu di lajutkan menuruni tali sepanjang kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Rasa was-was yang sempat hinggap saat melayang di udara langsung menghilang begitu menjejakan kaki kembali di atas tanah. Pemandangan yang ada di depan mata mengundang decak kagum. Di perut gua jomblang terhampar hijaunya hutan yang sangat subur. Aneka lumut, semak hingga pohon-pohon besar tumbuh dengan rapat. Hutan dengan vegetasi yang jauh berbeda dengan kondisi di atas ini sering dikenal dengan nama hutan purba.
Karena saya dan febri sudah di perut gua dan menuggu teman-teman lama tak terlihat untuk sampai di perut gua, dengan rasa penasaran penulusuran tidak terhenti di jomblang , melainkan dilanjutkan menuju luweng grubug dengan memasuki sebuah entrance (mulut gua) yang berukuran sangat besar. Jomblang dan grubug dihubungkan dengan sebuah lorong sepanjang 300 meter. Tak berapa lama terdengar suara gemuruh aliran sungai dan seberkas cahaya terang di tengah kegelapan. saya dan febri pun mempercepat langkah guna melihat apa yang didepan.
Sebuah maha karya sang pencipta yang sungguh mengagumkan terpampang di hadapan. Sungai bawah tanah yang masih satu sistem dengan kali suci mengalir dengan deras. Sinar matahari yang menerobos masuk dari luweng grubug setinggi 90 meter membentuk satu tiang cahaya , menyinari flowstone yang indah walaupun tidak mendapat kan cahaya dari surga yang sempurna karena waktu terbaik untuk menikmati keindahan gua grubug adalah pukul 10:00 – 12:00. Sebab pada saat itu matahari berada di atas kepala sehingga tercipta cahaya surga yang indah dan sempurna. Air yang menetes dari ketinggian turut mempercantik pemandangan, hanya ada perasaan takjub dan terpesona. Akhirnya dengan mata kepala sendiri saya bisa menyaksikan lukisan alam yang di kenal dengan istilah cahaya surga.
Sembari menunggu temen-temen saya dan febri beserta 5 rekan dari mapala unisi yang sudah sampe duluan di luweg grubug, kita mengabadikan momen dengan berfoto-foto sambil mempelajari tentang gua. Di luweng grubug kita bertemu dengan saudara kita dari mapala UNY dan mapala UGM. Saling sharing dan berbagi ilmu dan berbincang-bincang, 30 menit kita di luweng grubug temen kita dari MAEPALA tak kunjung datang juga. Akhirnya saya dan febri memutuskan kembali ke jomblang tempat dimana pertama kali turun dari jalur VIP.
Setelah semua teman sampai di perut gua dan melihat-lihat seisi gua, kami pun kembali ke atas gua, satu persatu dari kami  mulai naik  ke atas dengan menggunakan SRT. Setibanya di bibir gua kami coba mengistirahatkan sejenak  tubuh ini dari kelelahan. Di tengah malam sembari berkemas dan ceklis semua peralatan dan bawaan, hujan turun dengan derasnya bahu membahu untuk berpindah ke saung atau pondok berukuran 5 x 2 meter  yang tidak jauh dari basecamp.  Setelah hujan reda kami bergegas pulang ke posko dengan rentetan kuda besi, setibanya di posko kami bergotong royong saling kerjasama untuk menyuci peralatan SRT. 




Latihan SRT sebelum turun ke gua




 nah ini dia........







nyampe malem broh....
 ga beda dengan suasana di dalam gua entah malam entah siang sama aja.... gelap....


 foto bareng anggota mapala unisi hehe...



penulis : Ari Zakaria
https://www.facebook.com/arie.mangkulangit.9