Wednesday, February 3, 2016

cahaya dari surga


 Gua jomblang merupakan gua vertikal dengan hutan purba yang rapat didasarnya. Sebuah lorong sepanjang 300 meter yang dihiasi dengan ornamen gua yang indah tempat dimana bisa menyaksikan cahaya dari surga.
            Gua jomblang merupakan salah satu gua dari ratusan kompleks gua gunung kidul yang terkenal karena kenukan dan keindahannya yang tidak terbantahkan. Untuk memasuki gua jomblang di perlukan kemampuan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT). Oleh karena itu, siapapun yang hendak melakukan caving di jomblang wajib menggunakan peralatan yang khusus sesuai dengan standar keamanan caving di gua vertikal dan harus didampingi oleh penulusur gua yang sudah berpengalaman bagi siapa yang baru belajar caving.



            Ada 14 item yang di  anjurkan dari saudara kita dari mapala UNISI jogjakarta untuk SRT yaitu 1 seat harness, 1 chest harness, 1 ascender/croll, 1 descender/capstan, 1 foot loop, 1 jummar, 5 carabiner(4 type screw dan 1 type snap),1 MR oval, 1 MR D, 1 cowstail yang di simpul menjadi 2 bagian panjang dan pendek.
Petualangan menuju kedalaman perut bumi pun dimulai dengan berjalan meningalkan basecamp menuju bibir gua yang sudah di  siapkan si rigging(pembuat lintasan). Ada beberapa lintasan di gua jomblang dengan ketinnggian beragam mulai dari 40 sampai 80 meter. Berhubung ini baru pertama kalinya menuruni gua vertikal maka lintasan yang di pilih merupakan lintasan terpendek yang di kenal dengan jalur VIP. 15 meter pertama dari teras VIP ini merupakan slopeyang masih bisa di tepaki  oleh kaki, setelah itu di lajutkan menuruni tali sepanjang kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Rasa was-was yang sempat hinggap saat melayang di udara langsung menghilang begitu menjejakan kaki kembali di atas tanah. Pemandangan yang ada di depan mata mengundang decak kagum. Di perut gua jomblang terhampar hijaunya hutan yang sangat subur. Aneka lumut, semak hingga pohon-pohon besar tumbuh dengan rapat. Hutan dengan vegetasi yang jauh berbeda dengan kondisi di atas ini sering dikenal dengan nama hutan purba.
Karena saya dan febri sudah di perut gua dan menuggu teman-teman lama tak terlihat untuk sampai di perut gua, dengan rasa penasaran penulusuran tidak terhenti di jomblang , melainkan dilanjutkan menuju luweng grubug dengan memasuki sebuah entrance (mulut gua) yang berukuran sangat besar. Jomblang dan grubug dihubungkan dengan sebuah lorong sepanjang 300 meter. Tak berapa lama terdengar suara gemuruh aliran sungai dan seberkas cahaya terang di tengah kegelapan. saya dan febri pun mempercepat langkah guna melihat apa yang didepan.
Sebuah maha karya sang pencipta yang sungguh mengagumkan terpampang di hadapan. Sungai bawah tanah yang masih satu sistem dengan kali suci mengalir dengan deras. Sinar matahari yang menerobos masuk dari luweng grubug setinggi 90 meter membentuk satu tiang cahaya , menyinari flowstone yang indah walaupun tidak mendapat kan cahaya dari surga yang sempurna karena waktu terbaik untuk menikmati keindahan gua grubug adalah pukul 10:00 – 12:00. Sebab pada saat itu matahari berada di atas kepala sehingga tercipta cahaya surga yang indah dan sempurna. Air yang menetes dari ketinggian turut mempercantik pemandangan, hanya ada perasaan takjub dan terpesona. Akhirnya dengan mata kepala sendiri saya bisa menyaksikan lukisan alam yang di kenal dengan istilah cahaya surga.
Sembari menunggu temen-temen saya dan febri beserta 5 rekan dari mapala unisi yang sudah sampe duluan di luweg grubug, kita mengabadikan momen dengan berfoto-foto sambil mempelajari tentang gua. Di luweng grubug kita bertemu dengan saudara kita dari mapala UNY dan mapala UGM. Saling sharing dan berbagi ilmu dan berbincang-bincang, 30 menit kita di luweng grubug temen kita dari MAEPALA tak kunjung datang juga. Akhirnya saya dan febri memutuskan kembali ke jomblang tempat dimana pertama kali turun dari jalur VIP.
Setelah semua teman sampai di perut gua dan melihat-lihat seisi gua, kami pun kembali ke atas gua, satu persatu dari kami  mulai naik  ke atas dengan menggunakan SRT. Setibanya di bibir gua kami coba mengistirahatkan sejenak  tubuh ini dari kelelahan. Di tengah malam sembari berkemas dan ceklis semua peralatan dan bawaan, hujan turun dengan derasnya bahu membahu untuk berpindah ke saung atau pondok berukuran 5 x 2 meter  yang tidak jauh dari basecamp.  Setelah hujan reda kami bergegas pulang ke posko dengan rentetan kuda besi, setibanya di posko kami bergotong royong saling kerjasama untuk menyuci peralatan SRT. 




Latihan SRT sebelum turun ke gua




 nah ini dia........







nyampe malem broh....
 ga beda dengan suasana di dalam gua entah malam entah siang sama aja.... gelap....


 foto bareng anggota mapala unisi hehe...



penulis : Ari Zakaria
https://www.facebook.com/arie.mangkulangit.9