cahaya dari surga
Gua jomblang merupakan gua vertikal dengan hutan purba yang rapat
didasarnya. Sebuah lorong sepanjang 300 meter yang dihiasi dengan ornamen gua
yang indah tempat dimana bisa menyaksikan cahaya dari surga.
Gua jomblang merupakan
salah satu gua dari ratusan kompleks gua gunung kidul yang terkenal karena
kenukan dan keindahannya yang tidak terbantahkan. Untuk memasuki gua jomblang
di perlukan kemampuan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT).
Oleh karena itu, siapapun yang hendak melakukan caving di jomblang wajib
menggunakan peralatan yang khusus sesuai dengan standar keamanan caving di gua
vertikal dan harus didampingi oleh penulusur gua yang sudah berpengalaman bagi
siapa yang baru belajar caving.
Ada 14 item yang di anjurkan dari saudara kita dari mapala UNISI
jogjakarta untuk SRT yaitu 1 seat harness, 1 chest harness, 1 ascender/croll, 1
descender/capstan, 1 foot loop, 1 jummar, 5 carabiner(4 type screw dan 1 type
snap),1 MR oval, 1 MR D, 1 cowstail yang di simpul menjadi 2 bagian panjang dan
pendek.
Petualangan menuju kedalaman perut bumi pun dimulai
dengan berjalan meningalkan basecamp menuju bibir gua yang sudah di siapkan si rigging(pembuat lintasan). Ada
beberapa lintasan di gua jomblang dengan ketinnggian beragam mulai dari 40
sampai 80 meter. Berhubung ini baru pertama kalinya menuruni gua vertikal maka
lintasan yang di pilih merupakan lintasan terpendek yang di kenal dengan jalur
VIP. 15 meter pertama dari teras VIP ini merupakan slopeyang masih bisa di
tepaki oleh kaki, setelah itu di
lajutkan menuruni tali sepanjang kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar
gua. Rasa was-was yang sempat hinggap saat melayang di udara langsung
menghilang begitu menjejakan kaki kembali di atas tanah. Pemandangan yang ada
di depan mata mengundang decak kagum. Di perut gua jomblang terhampar hijaunya
hutan yang sangat subur. Aneka lumut, semak hingga pohon-pohon besar tumbuh
dengan rapat. Hutan dengan vegetasi yang jauh berbeda dengan kondisi di atas
ini sering dikenal dengan nama hutan purba.
Karena saya dan febri sudah di perut gua dan menuggu
teman-teman lama tak terlihat untuk sampai di perut gua, dengan rasa penasaran
penulusuran tidak terhenti di jomblang , melainkan dilanjutkan menuju luweng
grubug dengan memasuki sebuah entrance (mulut gua) yang berukuran sangat besar.
Jomblang dan grubug dihubungkan dengan sebuah lorong sepanjang 300 meter. Tak
berapa lama terdengar suara gemuruh aliran sungai dan seberkas cahaya terang di
tengah kegelapan. saya dan febri pun mempercepat langkah guna melihat apa yang
didepan.
Sebuah maha karya sang pencipta yang sungguh mengagumkan
terpampang di hadapan. Sungai bawah tanah yang masih satu sistem dengan kali
suci mengalir dengan deras. Sinar matahari yang menerobos masuk dari luweng
grubug setinggi 90 meter membentuk satu tiang cahaya , menyinari flowstone yang
indah walaupun tidak mendapat kan cahaya dari surga yang sempurna karena waktu
terbaik untuk menikmati keindahan gua grubug adalah pukul 10:00 – 12:00. Sebab
pada saat itu matahari berada di atas kepala sehingga tercipta cahaya surga
yang indah dan sempurna. Air yang menetes dari ketinggian turut mempercantik
pemandangan, hanya ada perasaan takjub dan terpesona. Akhirnya dengan mata
kepala sendiri saya bisa menyaksikan lukisan alam yang di kenal dengan istilah
cahaya surga.
Sembari menunggu temen-temen saya dan febri beserta 5
rekan dari mapala unisi yang sudah sampe duluan di luweg grubug, kita
mengabadikan momen dengan berfoto-foto sambil mempelajari tentang gua. Di
luweng grubug kita bertemu dengan saudara kita dari mapala UNY dan mapala UGM.
Saling sharing dan berbagi ilmu dan berbincang-bincang, 30 menit kita di luweng
grubug temen kita dari MAEPALA tak kunjung datang juga. Akhirnya saya dan febri
memutuskan kembali ke jomblang tempat dimana pertama kali turun dari jalur VIP.
Setelah semua teman sampai di perut gua dan
melihat-lihat seisi gua, kami pun kembali ke atas gua, satu persatu dari
kami mulai naik ke atas dengan menggunakan SRT. Setibanya di
bibir gua kami coba mengistirahatkan sejenak
tubuh ini dari kelelahan. Di tengah malam sembari berkemas dan ceklis
semua peralatan dan bawaan, hujan turun dengan derasnya bahu membahu untuk
berpindah ke saung atau pondok berukuran 5 x 2 meter yang tidak jauh dari basecamp. Setelah hujan reda kami bergegas pulang ke
posko dengan rentetan kuda besi, setibanya di posko kami bergotong royong
saling kerjasama untuk menyuci peralatan SRT.
Latihan SRT sebelum turun ke gua
nah ini dia........
nyampe malem broh....
ga beda dengan suasana di dalam gua entah malam entah siang sama aja.... gelap....
foto bareng anggota mapala unisi hehe...
penulis : Ari Zakaria
https://www.facebook.com/arie.mangkulangit.9